Rabu, 24 Februari 2010

Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia: Penggunaan Metode Non-parametrik Data Envelopment Analysis (DEA)

Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia:

Penggunaan Metode Non-parametrik Data Envelopment Analysis (DEA)


by:

Muliaman D. Hadad, Wimboh Santoso, Dhaniel Ilyas, Eugenia Mardanugraha





Dipresentasikan oleh:

Ruddy Tri Santoso

PDIE-UNS


Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2009






Abstrak

Penelitian berikut menggunakan pendekatan parametrik dan non parametric (DEA) untuk menganalisa apakah industri perbankan di Indonesia efisien. Efisiensi disini terdiri dari variabel tipe bank menurut konsep API (Arsitektur Perbankan Indonesia) dan ‘input analysisnya’ yang terdiri dari biaya operasional, cost of funds maupun ‘output analysisnya’ yaitu dalam bentuk pinjaman. Dihasilkan bahwa dalam merger analysis, bank swasta devisa nasional lebih efisien untuk melakukan merger, sementara merger tidak selalu menghasilkan ‘yield’ karena efisiensi tersebut.


A. Pendahuluan

Penelitian ini menggunakan pendekatan parametrik dan DEA, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tentang efisiensi perbankan melalui kedua pendekatan tersebut. Pendekatan parametrik menghasilkan stochastic cost frontier sedangkan pendekatan DEA menghasilkan production frontier.

Prosedur parametrik untuk melihat hubungan antara biaya sebagai harga input dan variabel eksogen lain serta pendekatan DEA tidak menggunakan informasi dan menggunakan metode non parametrik.

Pendekatan parametrik memasukkan random error pada frontier, sedangkan pendekatan DEA tidak memasukkan random error.

Epstein & Henderson, 1989 mengemukakan bahwa DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan dalam aplikasi manajerial serta tidak memerlukan spesifikasi yang lengkap yang menunjukkan hubungan produksi dan distribusi, sedangkan pendekatan parametrik sangat tergantung pada asumsi mengenai data produksi dan distribusi.

Lebih spesifik lagi, Banker (1993), Kneip et al. (1998), Gijbels et al. (1999) & Park, et al. (1997) menunjukkan bahwa pendugaan DEA secara statistik konsisten dengan struktur produksi dan distribusi.

Kelemahan dari DEA adalah tidak dapat memperkirakan adanya sample error yang tidak terhingga. Dalam penelitian ini DEA dipergunakan untuk menganalisis efisiensi perbankan Indonesia.


B. Kajian Teori (Asumsi Klasik) dan Studi Literatur

Konsep yang dipergunakan untuk mendefinisikan hubungan input-output dalam perilaku institusi finansial pada metode parametrik dan non parametrik adalah:

1. The production approach (pendekatan produksi)

2. The intermediation approach (pendekatan intermediasi), dan

3. The asset approach (pendekatan asset)

Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi diuji melalui variabel deposit/ simpanan (deposit account) dan pinjaman/ kredit (loans) dan investasi financial (financial investment).

Pendekatan asset menguji kredit/ pinjaman (loans), sedang pendekatan intermediasi lebih banyak mendefinisikan output benar-benar dalam bentuk asset.

Berger & Humprey (1991) mendefinisikan output-output finansial dari sebuah lembaga finansial yaitu pendekatan asset (outputnya kredit atau pinjaman yang diberikan bank dan asset-asset lainnya), pendekatan user cost (output yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan bersih), dan pendekatan value-added (output yang mempunyai konstribusi terhadap value added).

Dalam penelitian ini dianggap bahwa kondisi ekonomi ‘ceteris paribus’ serta terdapat nilai margin tertentu yang dibayarkan pada deposit serta asset dan kewajiban finansial lainnya, sedangkan faktor pinjaman/ kredit akan meningkatkan produksi bersih nilai tambah dari bank tersebut, sedangkan ‘inter-bank’ akan mengurangi produk bersih nilai tambahnya.

Bank merupakan sebuah entitas yang ‘going concern’, yang mengkombinasikan tenaga kerja, modal dan berbagai macam input-input finansial lainnya untuk memproduksi output.

Pendekatan intermediasi mengukur output dalam bentuk rupiah dan inputnya adalah tenaga kerja, modal serta berbagai macam sumber pendanaan.

Berger & Humprey (1991, 1992) mengemukakan beberapa varians dalam pendekatan intermediasi yang menciptakan value added yang tinggi yaitu pinjaman (loans), demand deposit dan time and saving deposits sebagai sebuah output; sedang inputnya adalah biaya tenaga kerja, modal dan biaya dana.

Aly et al., 1990; Hancock, 1991 dan Fixler dan Zieschang, 1992 mengadopsi kerangka ‘user cost’ dengan mengklasifikasikan asset menjadi sebuah output jika return dari asset financialnya melebihi opportunity cost dari investasi, dan sebuah kewajiban (liability) diklasifikasikan sebagai output jika biaya finansial dari kewajiban tersebut lebih kecil dari opportunity costnya.

Pendekatan value added dan user cost cenderung menyarankan sebuah klasifikasi mirip pada pemilihan input dan output sebuah bank, perbedaannya adalah pada klasifikasi demand deposit sebagai sebuah output pada sebagian besar studi user cost yang ada dan sebagai input maupun output ketika pendekatan value added yang diambil.

Freixas dan Rochet (1997) menyarankan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi (the production approach), pendekatan intermediasi (the intermediation approach) dan pendekatan modern (the modern approach).

Pendekatan produksi dan intermediasi mengaplikasikan teori mikro ekonomi perusahaan pada industri perbankan, perbedaannya hanya pada spesifikasi aktivitas banknya.

Sedangkan pendekatan modern memasukkan beberapa aktivitas spesifik dari bank ke dalam teori klasik yang dimodifikasi. Pendekatan produksi mengklasifikasikan aktivitas bank sebagai sebuah produk jasa bagi depositor dan debitur. Faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja dan modal digunakan sebagai input untuk memproduksi output yang diinginkan.

Pendekatan intermediasi bersifat komplemen terhadap pendekatan produksi dan menerangkan aktivitas perbankan sebagai transformator sumber dana dan pinjaman. Sehingga input adalah modal finansial dan output adalah volume pinjaman dan investasi yang outstanding.

Pendekatan modern mengintegrasikan risiko manajemen, terutama mengenai kualitas asset bank dan kemungkinan kegagalan bank dalam mengestimasi biaya. Pendekatan tersebut menurut Freixas dan Rochet, 1997 merupakan pendekatan-pendekatan sebelumnya.

Pendekatan tersebut kemudian dimanifestasikan dalam pendekatan CAMEL berdasarkan rasio, yaitu:

a. Capital Adequacy (kecukupan modal)

b. Asset Quality (kualitas asset)

c. Management (manajemen)

d. Earnings (pendapatan), dan

e. Liquidity (likuiditas)

Yang kesemuanya diturunkan dari tabel-tabel finansial bank dan digunakan sebagai variabel-variabel dalam analisis performance (Mercan & Yolalan, 2000).

Zenios & Soteriou (1999) mengkombinasikan ‘benchmark’ strategis dan efisiensi jasa bank (melalui cabang-cabangnya), metode ini dikenal dengan metode non parametrik untuk menilai kinerja efisiensi dari sebuah Decision Making Unit (DMU) untuk kelompok usaha bank, cabang bank, rumah sakit, dan lain-lain.

Benchmark efisiensi dikembangkan dengan service profit chains (rantai jasa keuntungan). Tiga model dikembangkan pada metode non parametrik dari teknik DEA (Data Envelopment Analysis) sebagai berikut:

a. Model efisiensi operasional (operational efficiency model)

b. Model efisiensi kualitas jasa (service quality efficiency model), dan

c. Modal efisiensi keuntungan (profitability efficiency model)

Penggunaan model tersebut menggunakan data cabang bank komersial, hasil empirisnya mencerminkan masing-masing dimensi tersebut termasuk efisiensi operasional dan keuntungan serta kualitas jasa yang dihasilkan.

Zenious & Soteriou (1999) mengkaitkan operasi, kualitas jasa dan keuntungan dalam sebuah benchmark kerangka efisiensi yang diukur melalui ukuran internal (operasional) dan ukuran eksternal (kostumer), yang mengukur performance dari jasa yang dihasilkan (seperti kualitas) dan garis dasarnya (seperti keuntungan).

Studi di atas terfokus pada jaringan cabang bank yang merupakan jaringan dan berpengaruh signifikan terhadap kondisi bank secara keseluruhan.

Merger dan akuisisi merupakan pilihan agar perbankan di Indonesia lebih efisien terutama dalam menghadapi krisis global. Merger dapat membuat bank dengan manajemen yang lebih baik mengambil alih bank yang kurang baik peningkatan performanya. Diharapkan dengan merger tersebut biaya operasional akan menurun dan meningkatkan keuntungan.

Adanya kelebihan kapasitas dimana operasional bank di bawah skala efisien, produk yang tidak efisien dan berada di luar ‘efficient frontier’, membuat merger dan akuisisi harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.

Alasan lain untuk melakukan merger dan akuisisi adalah adanya perubahan deregulasi perbankan, inovasi teknologi dan peningkatan kompetensi yang mempengaruhi.

Merger dan akuisisi juga dimaksudkan untuk meningkatkan skala ekonomi dan scope ekonomi, memperbaiki efisiensi dan memiliki ‘market power’ serta meningkatkan ‘size’ manajemen.

Merger mempengaruhi efisiensi biaya dan profit, serta berpotensi memberi keuntungan karena estimasi efisiensi biaya dan profit memungkinkan pemisahan antara perbaikan efisiensi dengan pengaruh market power; sesuatu yang tidak dapat dilihat hanya dari rasio biaya dan profit.

Huizinga, et al. (2001) menemukan bahwa ada perubahan yang signifikan dari skala ekonomi bank di Eropa akibat merger dan akuisisi. Dengan membandingkan bank yang merger dan bank yang tidak merger, diketemukan bahwa dengan merger, bank-bank kecil profit efisiensinya lebih baik dibandingkan dengan bank-bank besar.

Merger cenderung menurunkan efisiensi profit dari bank-bank yang besar, sedangkan efisiensi profit dari bank-bank kecil meningkat. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa tingkat suku bunga deposito cenderung meningkat akibat merger yang mengindikasikan bahwa mereka tidak memperoleh ‘market power’ yang lebih besar.

Dalam penelitian ini juga akan dilakukan analisis merger yang dilakukan oleh bank-bank di Indonesia untuk melihat tingkat efisiensi sebelum dan sesudah merger untuk kemudian dianalisis.


C. Metodologi dan Data Penelitian

Dalam penelitian ini penentuan variabel input dan output dipergunakan untuk studi efisiensi, dan menggunakan ‘asset approach’ (deposito sebagai input) dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Asumsi klasik yang mengukur efisiensi perbankan dengan menggunakan ‘asset approach’ untuk melakukan penelitian empiris manajerial.

2. Fungsi intermediary bank di Indonesia yang mengumpulkan sumber dana dan menyalurkan ke dalam pinjaman.

3. Cost of funds sumber dana perbankan di Indonesia yang didasarkan pada BI rate atau SBI rate.

Menurut Altunbas, Yener, et al. (2001) sebagai perbandingan untuk menghitung efisiensi perbankan di Jerman menggunakan ‘asset approach’ adalah hal-hal sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel-variabel berdasarkan pendekatan Altunbas, Yener et al. (2001)


Data yang dipergunakan adalah data yang tersedia di Bank Indonesia tentang laporan bank-bank umum yang berisikan neraca, laporan laba-rugi yang diperoleh dari variabel tersebut untuk dipergunakan dalam penelitian.


Tabel 2. Variabel yang digunakan dalam studi penelitian


Penelitian ini menggunakan metode non parametrik yaitu melalui pendekatan DEA (Data Envelopment Analysis) yang menghitung efisiensi teknis untuk seluruh unit.

Skor efisiensi untuk setiap unit relatif, tergantung pada tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya di dalam sampel. Menurut Charnes, Coopers & Rhodes (1978) analisis non parametrik tidak membutuhkan spesifikasi khusus dari bentuk fungsi tertentu untuk menerangkan dan membentuk batasan efisiensi.

Fleksibilitas dari teknik non parametrik membolehkan membentuk beberapa formulasi alternative. Analisa dua versi dari sebuah model DEA yang berorientasi output berdasarkan dua asumsi return of scale yang ada, yaitu: ‘constant returns to scale’ (DEAc) dan variabel ‘returns to scale’ (DEAv).

DEA dapat dipergunakan untuk mengukur skala efisiensi. Total efisiensi teknis didefinisikan dalam bentuk peningkatan proporsi yang sama dalam output bahwa pencapaian usaha sebuah perusahaan mengkonsumsi kuantitas yang sama dari input-inputnya jika dioperasikan dengan asumsi bentuk batasan produksi yang constant returns to scale (CRS). Pengukuran efisiensi teknis murni terjadi pada peningkatan output yang dapat dicapai perusahaan jika menggunakan teknologi yang bersifat variable returns to scale (VRS).

Akhirnya, skala efisiensi dapat dihitung sebagai rasio dari total efisiensi teknis terhadap efisiensi teknis murni. Jika skala efisiensinya = 1, maka perusahaan beroperasi dengan asumsi CRS, sedangkan jika sebaliknya perusahaan tersebut terkarakterisasi dengan asumsi VRS.

Teknik Evaluasi Efisiensi Bank Setelah Merger

Dalam mengevaluasi pengaruh merger pada efisiensi sebuah bank, maka dalam penelitian ini akan dilihat nilai-nilai dari efisiensi sebuah bank sebelum dan sesudah merger dengan menggunakan metode non parametrik.

Analysis yang dihasilkan nantinya dapat menjawab pertanyaan mengenai peningkatan atau penurunan efisiensi hasil merger dari beberapa bank di Indonesia.


D. Hasil dan Analisis

DEA merupakan ukuran efisiensi relative, yang inefisiensi unit-unit yang ada dibandingkan dengan unit lain yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada. Sehingga dalam analysis DEA dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat efisiensi 100% (efisien) dalam waktu tertentu.

DEA juga melihat sumber ketidakefisienan dengan ukuran ‘peningkatan potensial’ (potensial improvement) dari masing-masing input. DEA tidak dapat melakukan uji statistik seperti ekonometri tetapi kedua pendekatan di atas menghasilkan ukuran efisiensi yang mirip jika datanya lengkap dan akurat.

DEA amat rentan dengan adanya angka nol, negatif dan angka kecil yang mendekati nol karena dapat menyebabkan fluktuasi bobot menjadi amat tinggi dan tidak terhingga.

Dalam analisis DEA input dan output tidak boleh negatif, karena angka negative mengimplikasikan sebuah titik kombinasi yang tidak terdapat di dalam ‘closed set’. Disamping itu juga tidak boleh terjadi missing data karena analisis non parametric dengan DEA akan terbatas.

Untuk analisis tahunan bisa dipakai sekitar sembilan belas sampai dua puluh lima data, analisis dibatasi dengan permasalahan di atas dan masih membutuhkan banyak masukan dari ahli perbankan untuk pembuatan model yang baik dengan tingkat keakuratan analisa yang lebih tinggi.

Efisiensi Bank Tahunan

Analisis tahunan dalam melihat efisiensi bank dalam kurun waktu tertentu diharapkan menghasilkan ‘insight-insight’ kondisi tingkat efisiensi perbankan di Indonesia dalam pengambilan keputusan. DEA dapat dipergunakan sebagai alat ukur efisiensi bank tahunan tersebut di atas.

Sedangkan potensi pengembangan industri perbankan dinilai dari input maupun outputnya; seperti dikemukakan di depan input terdiri dari beban personalia dan beban bunga sedangkan output terdiri dari kredit yang dibedakan menjadi kredit pada pihak terkait dengan bank dan kredit pada pihak lainnya serta investasi/ pembelian surat berharga.

Potensi pengembangan input dilihat secara negatif sedangkan untuk output dilihat secara positif. Potensi pengembangan input <> 100% untuk mengembangkan tingkat efisiensi bank secara keseluruhan.

Dari hasil analisis terhadap efisiensi bank tahunan dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu:

- Bank-bank yang berfluktuasi tinggi dalam efisiensinya

- Bank-bank yang berfluktuasi menengah dalam efisiensinya, dan

- Bank-bank yang berfluktuasi stabil dalam efisiensinya

Dari pengklasifikasian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bank dengan volatilitas fluktuasi efisiensi tinggi manajemennya cenderung ‘risk lover’; sedang yang fluktuasinya menengah cenderung ‘risk neutral’ dan yang stabil cenderung ‘risk averse’.

Analisis tersebut baru secara kuantitatif sedang kenyataannya harus dilakukan survai berdasarkan kondisi yang sebenarnya secara kualitatif.

Efisiensi Bank Menurut Kategorinya

Bank-bank dikelompokkan ke dalam lima status bank, yaitu:

  • Bank Persero
  • Bank Swasta Nasional Devisa
  • Bank Swasta Nasional Non Devisa
  • Bank Asing Campuran, dan
  • Bank Pemerintah Daerah

Penilaian efisiensi dilakukan dengan membandingkan efisiensi bank dari setiap kelompoknya sehingga diperoleh skor efisiensi setiap bank berdasarkan pembanding dalam satu kelompok. Setelah itu, bank yang paling efisien dari setiap kelompok bank akan dibandingkan satu sama lain, sehingga dapat diketahui bank dengan status apa yang merupakan bank yang paling efisien.

Hal tersebut disebabkan karena karakteristik yang tidak jauh berbeda pada sebuah kelompok yang menghasilkan estimasi nilai skor efisiensi yang semakin baik, dimana nantinya dapat untuk membandingkan bank yang paling efisien dalam setiap kelompok ke dalam sebuah set bank terpilih.

Skor efisiensi setiap kelompok bank dibandingkan berdasarkan pembanding dalam satu kelompok. Setelah itu, bank yang paling efisien dari setiap kelompok bank dibandingkan satu sama lain; sehingga dapat diketahui bank dengan status apa yang merupakan bank yang paling efisien.

Melalui metode non parametric, dapat dihitung skor efisiensi per kategori, yaitu pertama menghitung skor efisiensi setiap kelompok dan kemudian bank dengan efisiensi yang terbaik pada setiap kelompok itu dibandingkan lagi skor efisiensinya untuk mencari tahu jenis kelompok bank yang paling efisien.

Efisiensi yang paling bagus bernilai 100% sehingga penilaian bank-bank tersebut harus dibandingkan dengan standard tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa bank-bank yang efisien adalah bank-bank asing campuran.

Hanya efisiensi dalam kelompok tersebut harus dibandingkan dengan kelompok-kelompok bank lainnya agar diperoleh hasil yang lebih akurat.

Efisiensi Bank Antar Kategori Bank

Untuk mengetahui bank yang paling efisien, setiap bank yang paling efisien dalam kategori bank dibandingkan satu dengan yang lainnya. Hasil analisisnya setelah pengolahan adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Kelompok Bank Paling Efisien Dari Tahun 1996-2003

Berdasarkan Metode DEA



Dari hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa kelompok bank yang paling efisien adalah kelompok bank pesero dalam tahun 2001-2003 dan bank swasta nasional devisa untuk tahun 1998-1999 serta bank asing campuran pada tahun 1997.

Bank-bank pesero mampu melakukan ‘improvement’ selama kurun waktu tahun 2001-2003 setelah menawarkan sahamnya ke publik melalui IPO (Initial Public Offering).

Analisis Merger dan Efisiensi

Secara teori merger dan akuisisi dapat meningkatkan kinerja sebuah bank, sehingga perlu diuji apakah efisiensi juga merupakan variabel yang signifikan.

Tabel berikut di bawah ini menyajikan bank-bank yang merger dari tahun 1995 s/d 2003.

Tabel 2

ID Bank-Bank Yang Melakukan Merger

Tabel 3

Efisiensi Bank Sesudah Dan Sebelum Merger Berdasarkan Analisis Efisiensi Tahunan dengan Metode DEA



Kontribusi paling besar terhadap peningkatan efisiensi adalah dari variabel-variabel input sebagai berikut:

Tabel 4

Kontribusi input pada Bank No. id. 23 Setelah Merger Tahun 2003



Kontribusi efisiensi terbesar pada merger terjadi pada output surat berharga agar tidak terjadi kemacetan dalam pembayaran piutang tersebut. Variabel berikutnya adalah input tenaga kerja karena bank yang merger akan melakukan efisiensi tenaga kerja dalam kondisi perekonomian yang sulit.

Variabel berikutnya adalah dalam output yaitu kredit kepada pihak lain yang menyebabkan efisiensi.

Tabel berikut di bawah ini merupakan perbandingan efisiensi bank sesudah dan sebelum merger berdasarkan kelompok bank dengan metode DEA.

Tabel 5

Efisiensi Bank Sesudah Dan Sebelum Merger Berdasarkan Kelompok Bank Dengan Metode DEA



Dalam tabel tersebut terlihat ada 3 (tiga) bank hasil merger yang mengalami penurunan efisiensi yaitu bank dengan ID No. 99,125 dan 147. Penurunan efisiensi tersebut belum terbukti penyebabnya, apakah karena terpengaruh oleh inefisiensi operasional bank lain yang ikut dalam proses merger.

Untuk mengkaji dengan validitas yang benar dan wajar diperlukan penggunaan metode DEA baik per kategori bank maupun antar kategori bank karena ukuran efisiensinya relative berubah.

Analisis tahunan menggunakan set sampel secara keseluruhan yang menunjukkan efisiensi relatif keseluruhan perbankan di Indonesia. Sedangkan analisis per kategori bank hanya menunjukkan efisiensi relatif per masing-masing kelompoknya saja.


E. Kesimpulan dan Implikasi/ Saran

E1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode non parametrik (DEA), dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempunyai potensi pengembangan sangat tinggi untuk meningkatkan efisiensi adalah:

1. Kredit yang terkait dengan bank

2. Surat berharga

3. Pengefisienan input dari variabel beban personalia sebesar 85,75% dan beban bunga sebesar 87,07%

Merger tidak selamanya membuat bank menjadi lebih efisien. Berdasarkan metode non parametrik (DEA) dapat disimpulkan:

1. Berdasarkan data bank yang tidak dikelompokkan, merger meningkatkan efisiensi sebesar 50,8%, dan

2. Berdasarkan data bank yang dikelompokkan kategorinya, merger meningkatkan efisiensi sebesar 34,96%

3. Rata-rata penurunan efisiensi bank sesudah merger 28,96%.

Berdasarkan metode DEA bank yang paling efisien adalah:

1. Dalam kurun waktu tahun 2001-2003 (3 tahun) kelompok Bank Swasta Nasional non Devisa

2. Dalam kurun waktu tahun 1996-2003 (8 tahun) kelompok Bank Swasta Nasional non Devisa

3. Dalam kurun waktu tahun 1997 : Bank Asing Campuran

4. Dalam kurun waktu tahun 1998 dan 1999 : Bank Swasta Nasional Devisa

E2. Implikasi/ Saran

1. Metode DEA harus diimplikasikan untuk memilih antara controlled input atau uncontrolled input, supaya dapat diuji efisiensi terhadap faktor-faktor yang menjadi beban usaha sebuah bank.

2. Juga perlu diimplikasikan perilaku bank yang memaksimumkan output atau meminimkan input serta asumsi constant return to scalenya atau variable return to scale.

3. Menggunakan teknik survai untuk meneliti perilaku bank di Indonesia guna memformulasikan model dan perbandingan dengan hasil empiris yang diperoleh.

CRITICAL REVIEW : RELATIONSHIP AMONG AD-INDUCED AFFECT, BELIEF, AND ATTITUDES

CRITICAL REVIEW


Title:

RELATIONSHIP AMONG AD-INDUCED AFFECT, BELIEF, AND ATTITUDES

Author:

Pamela Miles Homer

Journal of Advertising, vol .35, no. 1 (Spring 2006)



Direview oleh:

RUDDY TRI SANTOSO

NIM: T4209012


PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


1. ABSTRAK

Sikap konsumen terhadap merek merupakan salah satu isu yang menarik dalam penelitian perilaku konsumen. Sikap konsumen terhadap merek adalah kencenderungan konsumen untuk mengevaluasi merek dengan cara menarik atau tidak menarik, yaitu evaluasi konsumen terhadap merek berdasarkan kriteria dari sangat buruk sampai dengan sangat baik (Assael, 1998).

Sikap konsumen terhadap merek secara jangka panjang, terdiri dari tiga komponen yaitu: brand beliefs, brand evaluation dan niat beli. Brand beliefs adalah komponen kognitif (atau pemikiran) dari sikap, brand evaluation adalah komponen afektif (atau perasaan) dan niat beli adalah komponen konatif (atau perilaku) dari sikap konsumen terhadap merek.


2. JUDUL

Relationship among Ad-Induced Affect, Belief, and Attitudes” sangat menarik , singkat dan mampu mendorong pembaca untuk mengetahui lebih dalam hubungan antara iklan, keyakinan dan sikap konsumen. Pilihan kata “Ad-Induced Affect” sangat tepat dan istilah relationships atau “hubungan” telah banyak digunakan oleh para peneliti dalam berbagai artikel.


3. PENDAHULUAN

Pada bagian awal, penulis menjelaskan iklan yang dapat mempengaruhi sikap seorang konsumen. Pentingnya afek, kognisi dan sikap sudah banyak diketahui dalam iklan. Perhatian terutama banyak diberikan oleh berbagai disiplin ilmu seperti pemasaran, komunikasi, psikologi, dalam memahami keterkaitan structural antara berbagai konsep ini. Penelitian ini juga membahas tentang bagaimana sebuah iklan bisa mempengaruhi kepercayaan dan sikap konsumen pada merek yang didasari pemikiran bahwa penelitian lalu tentang iklan dan kepercayaan konsumen dalam pengukurannya mengalami kesalahan (inflated) dan riset ini berusaha memperbaiki gap penelitian tersebut.

Tujuan penelitian adalah mengukur pengaruh iklan dengan pendekatan afektif dan kognitif terhadap sikap pada merek yang dikenal maupun tidak dikenal.

Gambar 1 adalah penjelasan tentang ide konseptual penelitian ini.



Gambar 1. Hubungan antara Afek, Kepercayaan dan Sikap

Model yang diuji Homer (2004) menggambarkan hubungan antara afek, kepercayaan dan sikap. Berdasarkan keuntungan dan konsekuensi yang melibatkan pemrosesan tingkat lanjut tentang atribut produk, maka kepercayaan tentang atribut nyata dari produk mempengaruhi kepercayaan yang terkait dengan keuntungan abstrak dari merek.

Hipotesis penelitian ini dipengaruhi juga oleh variabel kepercayaan. Voss Spangenberg dan Grohman (2003) dalam Homer (2004) memproposisikan bahwa keterlibatan afektif memprediksi dimensi hedonis, sedangkan keterlibatan kognitif memprediksi dimensi utilitarian.

Konsep utilitarian dan hedonis ini sebenarnya merupakan sebuah konsep terpisah dan masing-masing berlaku independen.


4. PERMASALAHAN

Penelitian Homer (2006) membahas tentang bagaimana sebuah iklan bisa mempengaruhi kepercayaan dan sikap konsumen pada merek. Riset didasari pemikiran bahwa penelitian-penelitian lalu tentang iklan dan kepercayaan konsumen dalam pengukurannya mengalami kesalahan (inflated) dan riset ini berusaha memperbaiki kesalahan tersebut.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh iklan dengan pendekatan afektif dan kognitif terhadap sikap pada merek yang dikenal maupun tidak dikenal.

Yang menarik adalah dikaitkannya variabel iklan dengan sikap utilitarian dan hedonis seorang konsumen.


5. LANDASAN TEORI

Brand beliefs adalah karakteristik merek yang dianggap penting oleh konsumen. Dalam riset pasar, pemasar mengembangkan atribut dan keuntungan dari sebuah merek. Atribut dan keuntungan ini diperoleh dari sebuah wawancara mendalam atau focus group dengan konsumen. Brand beliefs adalah sebuah konstruk yang multidimensional karena konstruk ini mencerminkan atribut produk yang dipersepsikan oleh konsumen.

Brand beliefs adalah unsur pembentuk dari brand evaluations. Brand beliefs menjadi relevan untuk dipertimbangkan oleh pemasar karena konstruk ini mempengaruhi brand evaluations. Brand evaluations yang merupakan komponen afektif dari sikap merepresentasikan evaluasi keseluruhan dari merek.

Pada umumnya konsentrasi pemasar adalah mengusahakan tercapainya evaluasi merek yang baik. Hal ini dikarenakan brand evaluations meringkas predisposisi konsumen tentang untuk menyukai atau tidak menyukai sebuah merek. Berdasarkan hal ini maka sikap terhadap merek seringkali didefinisikan sebagai evaluasi total dari sebuah merek.

Komponen lain dari sikap terhadap merek adalah niat beli. Niat beli adalah komponen konatif dari merek. Komponen konatif artinya adalah kecenderungan konsumen untuk bertindak terhadap sebuah obyek. Secara umum komponen ini diukur dari niat beli.

Sikap utilitarian dan hedonis dalam penelitian ini dipengaruhi juga oleh variabel kepercayaan. Voss Spangenberg dan Grohman (2003) dalam Homer (2004) memproposisikan bahwa keterlibatan afektif memprediksi dimensi hedonis, sedangkan keterlibatan kognitif memprediksi dimensi utilitarian. Konsep utilitarian dan hedonis ini sebenarnya merupakan sebuah konsep terpisah dan masing-masing berlaku independen.


6. METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan kuesioner dalam pengumpulan datanya. Model pengukurannya menggunakan comprehensive measurement model (CFA) dan pengujian hipotesis menggunakan structural equation model (SEM).

Penelitian ini dilakukan dalam dua studi untuk menguji masing-masing hipotesisnya. Analisis Structural Equation Model (SEM) terdiri dari dua bagian model yaitu model pengukuran dan model struktural. Tabel 1 dalam artikel ini adalah model pengukuran variabel.


Model pengukuran adalah bagian dari pengujian validitas dari masing-masing konstruk dalam penelitian ini. Berdasarkan model pengukuran maka semua konstruk dalam penelitian ini memenuhi standar validitas konstruk. Standar penentuan validitas dengan menggunakan nilai critical ratio (cr) yang penentuan signifikansinya sama dengan uji t statistic.

Tabel 2 merupakan ringkasan hasil analisis dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini.


Berdasarkan analisis dalam model structural, maka model dalam penelitian ini sudah memenuhi goodness of fit dalam SEM. Tabel nilai kritis dari SEM adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Goodness of Fit SEM

Goodness of fit

Cut off value

Chi Square

Diharapkan rendah

Probability

≥ 0,05

GFI

≥ 0,90

AGFI

≥ 0,90

CFI

≥ 0,95

RMSEA

0,08

CMIN/DF

≤ 2,00














Berdasarkan cut off value maka model SEM dalam penelitian ini masuk dalam criteria model SEM yang bias dipergunakan untuk melakukan prediksi.


7. PEMBAHASAN

Hasil penelitian mendukung semua hipotesis yang ditentukan, beberapa temuan penting dalam penelitian ini adalah konsumen sudah terbiasa dengan s iklan maka sikap konsumen cenderung lebih banyak didominasi pengaruh iklan daripada faktor yang lain.

Analisis SEM yang dipergunakan menganalisis semua hubungan langsung maupun tidak langsung antara ad-induced affect, kognisi dan sikap secara simultan. Studi 1 dan studi 2 mengindikasikan bahwa sikap utilitarian yang menyebabkan sikap hedonis tidak layak untuk diuji. Akan lebih baik jika dalam kedua studi itu yang diuji adalah perasaan positif dan negative yang menyebabkan concrete attribute beliefs dan abstract benefit beliefs.


8. SIMPULAN

Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa model dalam penelitian ini sudah sesuai dengan past means-end chain model, yaitu concrete attribute beliefs-abstract benefit beliefs-utilitarian attitudes-hedonic attitudes.


9. IMPLIKASI STUDI

Dalam studi ternyata hasil penelitian menunjukkan hasil yang sesuai dengan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan untuk mempertimbangkan rerangka means-ends untuk jenis iklan yang lebih beragam dan berbagai jenis daya tarik dalam iklan tersebut.

Selain itu, pengujian dalam berbagai produk kategori akan meningkatkan validitas eksternal dari model penelitian.

HOW FORMAL PERFORMANCE EVALUATION AFFECTS TRUST BETWEEN SUPERIOR AND SUBORDINATE MANAGERS


HOW FORMAL PERFORMANCE EVALUATION AFFECTS TRUST BETWEEN SUPERIOR AND SUBORDINATE MANAGERS

by:

Frank Hartmann & Sergeja Siapnicar



Direview oleh:

RUDDY TRI SANTOSO

NIM: T4209012



Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2009


I. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Tujuan utama dari Evaluasi Kinerja adalah untuk: (1) mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi relatif terhadap aspek kinerja, dan khususnya untuk topik yang diuraikan di bawah ini; (2) mempromosikan interdisipliner arus informasi teknis di antara para peneliti dan profesional; dan (3) berfungsi sebagai media publikasi untuk berbagai kelompok kepentingan khusus dalam kinerja masyarakat luas. Topik yang diambil dari, tetapi tidak terbatas pada, bidang-bidang berikut:
(1) Kinerja studi komputer, komunikasi komputer, telekomunikasi dan sistem terdistribusi, (2) Sumber Daya alokasi dan metode pengendalian dan algoritma (misalnya routing dan kontrol aliran dalam jaringan, alokasi bandwidth, penjadwalan prosesor, memori manajemen), (3) Sistem keandalan, (4) Modeling dan metode analisis (misalnya teori queueing, dan penjadwalan, metode simulasi, analisis data), (5) Pengukuran teknik (misalnya perangkat lunak dan hardware monitor) dan beban kerja karakterisasi, (6) Sistem arsitektur, desain dan implementasi dibahas dari sudut pandang kinerja, (7) Evaluasi Kinerja aplikasi (sistem misalnya tuning, pengadaan, perencanaan kapasitas), (8) Studi kasus dan validasi model. Jenis artikel meliputi: pekerjaan aslinya, tutorial dan survei, berita, artikel dan buku abstrak dan resensi, dan komunikasi pendek.

Penilaian kinerja merupakan suatu proses menilai hasil karya personel dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja dengan membandingkanya dengan standar baku. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya.

1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor :

a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.

b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut.

c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

2. Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan Penilaian kinerja secara umum:

a. Menilai kemampuan personel

Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai personel secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas manajemen sumber daya manusia.

b. Pengembangan personel

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi.

Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk:

- Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan

- Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi

- Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

- Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi karyawan

Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid sehubungan dengan perilaku dan kinerja karyawan. Semakin akurat dan valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi.
Tujuan penilaian kinerja secara khusus:

Walaupun semua organisasi masing-masing mempunyai tujuan yang mendasar mengenai sistem penilaian kinerja, informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut dapat digunakan secara khusus bagi organisasi. Tujuan khusus tersebut dapat digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu: evaluasi dan pengembangan.

3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja

Untuk melakukan evaluasi maka manajer akan menilai kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluator menggunakan informasi untuk menilai kinerja dan kemudian menggunakan data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi dan kompentensi. Teknik evaluatif membandingkan semua pegawai satu dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka. Keputusan-keputusan yang paling sering dilaksanakan berdasarkan tujuan evaluatif adalah keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus pegawai, dan kenaikan-kenaikan lainya dalam gaji. Tujuan evalutif kedua dari penilaian kinerja adalah membuat keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing). Penilaian kinerja masa lalu merupakan faktor kunci dalam menentukan pegawai yang diinginkan lainnya. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem perekrutan, seleksi dan penempatan.

4. Aspek Pengembangan Penilaian Kinerja

Informasi yang dihasilkan dari sistem penilaian kinerja dapat juga dipakai untuk lebih memudahkan pengembangan pribadi/ karir pegawai. Dalam pendekatan pengembangan, manajer mencoba meningkatkan kinerja seseorang pegawai di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong pertumbuhan pegawai dalam hal keahlian, pengalaman atau pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan saat ini secara lebih baik. Keahlian-keahlian atau pengetahuan yang harus dicapai seseorang untuk melaksanakan pekerjaan di masa mendatang, dan tipe-tipe tanggung jawab yang harus diberikan seseorang guna mempersiapkannya terhadap penugasan-penugasan di masa mendatang. Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian pedoman kepada pegawai untuk kinerjanya di masa depan. Umpan balik ini mengenali kekuatan dan kelemahan dalam kinerja masa lalu dan menentukan arah yang harus diambil pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui secara khusus bagaimana mereka dapat meningkat di masa depan. Karena penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah kinerja yang buruk, penilaian haruslah dirancang untuk mengembangkan pegawai dengan lebih baik.

5. Konsep Dasar Penilaian Kinerja

a. Memenuhi manfaat penilaian dan pengembangan

b. Mengukur/ menilai berdasarkan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan

c. Merupakan dokumen legal

d. Merupakan proses formal dan non-formal

6. Cara-cara Melakukan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara yaitu:

a. Penilaian teknik essai

b. Penilaian komparasi

c. Penilaian daftar periksa

d. Penilaian langsung ke lapangan

e. Penilaian berdasarkan perilaku

f. Penilaian berdasarkan insiden kritikal

g. Penilaian berdasarkan keefektifan

h. Penilaian berdasarkan peringkat

7. Karakteristik
Sifat khas dari suatu pengukuran kinerja adalah:

a. Pengukuran kinerja non-finansial harus dimasukkan dalam suatu sistem karena banyak tujuan organisasi yang tidak mendasarkan pada biaya. Yang termasuk disini adalah: waktu, ketersedian alat, ketepatan jadwal, dan presentase produk yang tidak salah.

b. Pengukuran kinerja harus saling menunjang bukan menimbulkan masalah.

c. Pengukuran kinerja harus dapat memotivasi pegawai untuk membantu organisasi mencapai tujuan jangka panjangnya seperti juga jangka pendek.


Pengukuran kinerja harus dapat dipakai di semua bagian. Interval waktu antar persiapan dan keluarnya produk merupakan suatu pengukuran yang meliputi beberapa daerah. Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat digunakan untuk memudahkan pengembangan pribadi pegawai.
Sistem penilaian yang sehat dapat menghasilkan informasi yang valid tentang pegawai. Jika informasi ini diumpan-balikkan kepada pegawai secara jelas dan dengan cara yang tidak mengancam, maka informasi itu dapat memenuhi dua tujuan:

1) Bila informasi mengindikasikan bahwa pegawai sudah bekerja secara efektif, proses-proses umpan balik itu sendiri dapat menguntungkan pegawai karena dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensinya.

2) Bila informasi menemukan adanya kelemahan, maka umpan balik dapat menstimulasi proses pengembangan untuk mengatasi proses kelemahan yang ada.

Untuk manajemen sumber daya manusia, proses penilaian kinerja dapat menunjukan adanya kebutuhan akan adanya pengembangan tambahan sebagai suatu alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya hasil penilaian kinerja yang mengindikasikan bahwa seorang pegawai mempunyai potensi untuk bekerja dengan baik di suatu posisi yang dipromosikan, maka pegawai tersebut mempunyai kesempatan untuk menduduki suatu posisi yang lebih tinggi.

Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian pedoman kinerja pegawai di kemudian hari. Umpan balik akan menyadarkan pegawai tentang kelemahan dan kekuatan kinerja masa lalu dan menentukan arah yang harus dipilih pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui secara khusus, bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka di masa mendatang. Karena penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah kinerja yang buruk, penilaian harus dirancang untuk mengembangkan pegawai dengan lebih baik.

Didalam lingkungan bisnis, kepercayaan antar personal sangat menentukan konstribusinya dalam kinerja organisasi (Dirks & Ferrin, 2002; Zaheer, MC Evily & Perrone, 1998). Hal ini ditegaskan kembali oleh Colleti, Sedatule & Towry (2005) bahwa kepercayaan antar personal adalah sebuah tuntutan dalam ‘collaborative effort’.

Demikian pula hubungan antar personal antara supervisor dengan subordinate, sebagai sebuah kerjasama improvisasi dalam pemecahan masalah (Jones, 1995) dengan pertukaran informasi dan mengurangi kebutuhan subordinate dalam situasi kesempatan jangka pendek (Fisher, Maines, Peffer & Sprinkle, 2005).

Dengan demikian, kepercayaan interpersonal sangat penting dibutuhkan oleh supervisor untuk mengontrol situasi subordinate mereka. Supervisor menggunakan control formal seperti system ‘Performance Evaluation’ (Das & Teng, 1998; Malhotra & Munighan, 2002).

Didalam penelitian ini akan diteliti bagaimana supervisor menggunakan ‘performance evaluation system’ sebagai alat penilaian ke subordinatnya.

Investigasi ini terjadi sejak hubungan antara performance evaluation dan kepercayaan interpersonal tidak dimengerti, sebagai contoh Lau & Buckland (2001) & Lau & Shohilin (2005) melakukan investigasi sebagai efek kepercayaan dari supervisor ke subordinatnya (dalam mengevaluasi kinerjanya) dengan menggunakan matrix finansial maupun non finansialnya.

Dalam penelitian sebelumnya ketika supervisor mrnggunakan kinerja keuangan untuk melakukan penilaian akan lebih obyektif dan bisa dipercaya, tetapi studi berikutnya mempercayai bahwa menggunakan non-finansial lebih mewakili dan komplit. Riset juga meneliti tentang efek dari control formal terhadap kepercayaan.

Studi tentang atribut kepercayaan (Maihotra & Munighan, 2002; Tenbrunsel & Messick, 1999) menyatakan bahwa sistem kontrol format dapat menurunkan kepercayaan antar personal. Coletti et,al.(2005) menemukan efek positif dari kepercayaan dengan menggunakan sistem ’performance evaluation’ didalam tim. Mereka berargumentasi bahwa sistem ini merupakan esensi dalam memberikan feedback yang berisi sinyal implisit tentang saling kepercayaan.

a. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana menimbulkan kepercayaan antar personal dalam hubungan organisasional khususnya antara supervisor dengan subordinatnya,

b. Dari riset-riset terdahulu terdapat riset gap; apakah ‘performance evaluation system’ dapat dijadikan sebuah teknik pengukuran dalam kepercayaan antar personil di organisasi tersebut terutama yang menyangkut hubungan supervisor dan subordinatnya,

c. Perbedaan yang terjadi antara riset-riset terdahulu dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah menyangkut beberapa hal, yaitu:

- Sistem performance evaluation efektif dipergunakan dan bisa obyektif serta dipercaya apabila menggunakan kinerja keuangan,

- Sistem performance evaluation efektif dipergunakan dan lebih mewakili serta komplit apabila menggunakan aspek non-finansial,

- Riset ini menggunakan sistem performance evaluation dengan efek dari kontrol formal terhadap kepercayaan, dan efek positif dari kepercayaan tersebut dapat saling memberikan dengan feedback terhadap performance evaluation.

2. Perumusan Masalah

v Sebagai penemuan yang berlawanan dengan studi investigasi terhadap matriks kinerja dalam kepercayaan (Lau & Buckland, 2001; Lau & Shohilin, 2005) dapat dilakukan rekonsiliasi dengan mengetahui proses kinerjanya daripada tipe matriks kinerja yang dipergunakan.

v Dalam kontrol formal dan informal dibidang organisasi (Morand, 1995; Sttkin & George, 2005) dikemukakan perbedaan pandangan tentang proses performance evaluation secara formal yang diikuti dengan pengertiannya. Dalam hal ini yang penting adalah pengukuran situasi secara kuantitatif dan implisit secara kualitatif pada target yang akan dicapai melalui komunikasi informal

v Performance evaluation system memberi efek positif dalam kepercayaan untuk membangun integritas, honesty, akurasi dan konsistensi dalam performance evaluation daripada informal evaluation.

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Ø Mengemukakan kegunaan ’performance evaluation system’ sebagai sarana yang efektif dalam menjalin kepercayaan antara supervisor dan subordinate,

Ø Meningkatkan kualitas kerja organisasi melalui ‘performance evaluation system’,

Ø Meningkatkan fungsi managerial dalam organisasi.


II. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitiannya adalah sebagai berikut:



I. Hipotesis

H1 : Penggunaan secara formal ’PE’ system oleh supervisor mempunyai dampak efek positif kepada subordinatnya dalam membangun kepercayaan ke supervisornya.

H2 : Efek positif dari penggunaan secara formal ‘PE’ system dalam kepercayaan adalah mediasi untuk persepsi prosedural peraturan, dimana penggunaan formal dari ‘PE’ system berdampak efek positif dalam persepsi prosedural peraturan, yang mengubah efek positif kedalam kepercayaan.

H3 : Efek positif dari penggunaan formal dari ‘PE’ system dalam kepercayaan adalah mediasi untuk peningkatan kualitas persepsi dari feedback kinerja, yang merupakan penggunaan formal dari ‘PE’ system yang berefek positif dalam kualitas persepsi dari feedback kinerja, yang mengubah efek positif dalam kepercayaan

H4 : Kualitas persepsi dari feedback kinerja berdampak positif dalam persepsi prosedural peraturan.

H5 : Efek positif dari penggunaan formal ‘PE’ system dalam kinerja persepsi kualitas feedback dan peraturan serta konsekuensi dalam kepercayaan akan memberikan kekuatan kepada fungsi manager dengan mengurangi keluaran yang ‘contractible’.


II. Metode Penelitian

a. Populasi penelitian adalah 11 Commercial Bank di Slovenian, dengan sampel 160 Manager departemennya; dengan kondisi paling tidak sudah 1 (satu) tahun di posisinya dan familiar dengan ‘PE’ system. Sampel 160 Manager merupakan 61,5% rata-rata responnya.

b. Variable-variabel penelitian yang dipergunakan meliputi:

- Umur, berapa tahun di bank dan fungsi/ tugasnya,

- Sedangkan tanggung jawab responden di masing-masing tugas dan tanggung jawabnya antara lain adalah: Trading, Back Office, Investment Banking dan Assets Management, Treasury, Administration, International Operations, dan lain-lain.

c. Cara pengumpulan data penelitian adalah dengan menggunakan:

- Survey respondent dengan mendekati HR-Manager dari 18 Slovenian bank melalui kontak dari Universitas. Dari ke – 18 bank tersebut yang menyatakan kesediaannya adalah 11 bank berpartisipasi.

- Dari ke – 11 bank tersebut diambil survai ke – 260 Manager yang akan berpartisipasi dengan persetujuan HR-Departement masing-masing; terdapat 160 responden yang merespons atau 61,5% response rate.

- Survai instrument berdasarkan Web-Based, melalui email ke responden yang akan berpartisipasi melalui pengisian kuesioner menggunakan kode.

- Pengisian kuesioner dibantu dengan quidelines, dimana website di design oleh designer berpengalaman dengan warna-warna menarik dan layout yang atraktif.

- Target pengisian dari masing-masing organisasi antara 4 - 35 yang merefleksikan ukuran organisasi dan tanggung jawabnya.

d. Alat statistik yang dipergunakan;

- Untuk menguji data penelitian terhadap Formal ‘PE’ system dipergunakan istilah FORM yang terdiri dari tiga variabel yang mencerminkan tiga step dalam siklus PE yaitu: Target Setting, performance measurement dan reward. (CF. Lttner & Lacker, 2001; Otley, 1999)

- Target setting formal (FORM TS) yang terdiri dari 4 (empat) dimensi potensial dari kinerja yang diikuti dengan Balance scorecard yang dipergunakan di Lttner, Larcker & Meyer (2003). Di sini dipergunakan skala Likert 5 (lima) points. Responden juga diminta mengisi 100 points yang merefleksikan pentingnya dimensi kinerja dalam target setting tersebut.

- FORM PM dipergunakan untuk mengukur prosedur outline formal dalam target setting dengan 5 (lima) point skala Likert, diharapkan bahwa supervisor memperoleh informasi obyektif dari penilaian tersebut.

- FORM REW adalah formal reward yang merupakan obyek dari determinan obyek, juga menggunakan skala Likerts 5 (lima) point. Kuesionernya berisi tentang variabel-variabel yang menjadi bagian dari managerial reward.

- FEED atau kualitas feedback dari supervisor merupakan indikator pengembangan (Stellman, et.al.,2004) dengan skala Likert 5 point – pertanyaannya adalah: ‘supervisor saya memberi feedback terhadap kinerja tanggung jawab saya’.

- TRUST (Trust kepada supervisor) dikembangkan oleh Read (1962), yang menanyakan kepercayaan ke subordinat terhadap persepsi supervisornya.

- TENURE dan UNCERT merupakan dua control variabel mengenai tenure dan task-uncertainty. Hal ini berkaitan dengan berapa tahun pengalaman responden berada di posisinya. Hal ini merupakan kontrol kepada efek kepercayaan dari tenure (Gibbs, et.al., 2004) dan terakhir dikembangkan oleh Withey, Daft, dan William (1983). Variabel-variabel kontrol merupakan efek potensial dari ketidakpastian dalam pengukuran kinerja.

e. Software yang dipergunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis tersebut di atas adalah menggunakan SEM/ Structural Equation Model (Lohmoller, 1989; Wold, 1982, Wold, 1985) dengan menggunakan methode PLS/ Partial Least Square.

- Konstraksi dari varians – covarians - didasarkan melalui penafsiran SEM untuk meminimisasi perbedaan antara sampel covariance dengan prediksi dari model teoritikal dalam asumsi-asumsi dari distribusi normal multivariate (Chin, 1998).

- PLS mengestimasi model structural menggunakan interative OLS regression sesuai prosedur, yang menjelaskan varians dari variabel dependen dengan meminimisasikan varian residu dari semua variabel dependen (keduanya, latent dan yang diamati). Karena estimasi iterative algorithm memroses blok ke blok. PLS membutuhkan sedikit asumsi dari karakteristik distribusi data mentah dan ukuran sampel. Dipergunakan Smart PLS software versi 2.00.

- Prosedur analisis datanya adalah sebagai berikut:

1. Asesment terhadap kualitas dari measurement model yang meliputi reliabilitas, konstruk-reliabilitas dan convergent dan validitas perbedaan dari konstrukt yang direfleksikan (Bagozzi, 1994).

2. Internal consistency dari konstruk reliabilitasnya adalah Dillon-Goldstein (Tenenhaus, Vinzi, Chatelin & Lauro, 2005). Hal tersebut adalah berupa Cronbach’s alpha sebagai asumsi berikutnya dan selalu sama dengan satu. Hasilnya adalah 0,7 yang berarti model realible (Vandenbosch, 1996).

- AVE (Average Variance Extracted) merupakan indikator rata-rata varian antar konstruk (Fornell & Larcker, 1981) hasilnya > 0,50

- Langkah kedua dalam analisis PLS adalah melakukan estimasi dari spesifikasi persamaan structural. Koefisien Path menunjukkan kekuatan dan hubungan langsung antar variabel laten.

- Asesment signifikansi statistik dari estimasi parameter menggunakan prosedur bootstrap dengan 1000 penggantian. Untuk memprediksi validitas estimasi penafsiran di asses melalui cross-validated index redundancy atau stone Geisser Q2 test (Geisser, 1974; Stone, 1974). Hasilnya Q2 untuk variabel laten > 0 menyatakan bahwa model relevan prediksinya. Sehingga menurut Tenenhaus, et.al., (2005) dan Vandenbosch (1996) validitas dan reliabilitas konstruk signifikan untuk semua konstruk model.


III. Hasil Penelitian

§ Hubungan antara formal ‘PE’ dengan kepercayaan adalah berbeda untuk para manager di situasi yang berbeda, sesuai prediksi teori attribute.

§ Manager dengan fungsi outputs konstraktibilitas tinggi lebih sedikit efeknya di level formal dari supervisor mereka yang rendah outputnya.

§ Manager di fungsi back office, mempunyai efek formal dalam mengaplikasikan proses ‘PE’.

§ Untuk manager yang bukan back office, ‘PE’ mempunyai efek positif dalam kepercayaan dengan adanya feedback dan peraturan.

§ Kualitas feedback merupakan faktor penting dalam mengeksplorasi mediasi efek.

§ Untuk manager front office, peraturan dan kepercayaan tidak berhubungan, yang berpengaruh adalah lingkungan supervisor seperti penyediaan kualitas feedback di luar siklus ‘PE’ yang mengemudikan kepercayaan.

§ Dari gap penelitian yang menginvestigasi bahwa formal sistem kontrol akan membuat kepercayaan, hal ini terkendala dengan validitas dan reliabilitas item serta test-nya. Sehingga dalam penelitian mendatang harus diteliti secara lebih detail hubungan antara ‘PE’ system dan kepercayaan dengan menggunakan replikasi survai ini dan menggunakan disain eksperimental sebagai metode yang dipakai untuk melakukan konfirmasi validitas pendekatannya dan test penyebabnya.