Jumat, 28 Mei 2010

Predicting Turnover Intentions of Hotel Employees: The Influence of Employee Development HRM Practices and Trust in Organization

Predicting Turnover Intentions of Hotel Employees: The Influence of Employee Development HRM Practices and Trust in Organization

by:

M. Abdullah Hemdi dan Azzizat M. Nasurdin




Oleh:

Ruddy Tri Santoso

NIM: T4209012

Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2010

A. Pendahuluan

· Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi turnover intentions pegawai hotel.

· Pengaruh dari kepercayaan didalam organisasi sebagai mediator didalam hubungan relasionalnya juga diuji.

· Pertanyaan mendasar tentang mengapa karyawan hotel berhenti/keluar dari organisasi merupakan isu pokok dalam penelitian ini.

· Woods,1997 studi di seluruh dunia menyatakan bahwa turnover pegawai tinggi 60 – 300 %/tahun lebih tinggi 34,7% dari industri manufaktur (Foley,1996).

· Studi menyatakan bahwa intensitas turnover disebabkan oleh role conflict, role ambiquity, role overload, work condition, job tasks and autonomy serta variabel demografi (seperti: gender, usia, tenure dan pendidikan) yang mempengaruhi dampak sikap pegawai dan atau intensitas turnovernya (Kim et al.,1999).

· Riset-riset tersebut tidak secara sistematik menginvestigasi hubungan antara persepsi HRM Practices, sikap dari organisasi (trust in organization) dan behavior intentions (turnover intentions).

· Didalam esensinya persepsi pegawai akan berpengaruh langsung secara negatif terhadap intensitas turnover pegawai (Becker et al.,1996).

· Persepsi pegawai akan meningkat jika ketika terdapat kepercayaan/trust di organisasi (Dirks et al.,2001).

· Studi ini mempelajari tentang trust didalam organisasi yang mempengaruhi langsung dan berhubungan negatif dengan turnover intentions.


B. Latar Belakang Teori dan Hipotesis

1. The Effect of HRM Practices on Turnover Intentions

- Manusia meninggalkan pekerjaannya di hotel karena berbagai alasan dan hal ini perlu dilakukan studi, antara lain adalah dalam sikap terhadap job satisfaction atau komitmen organisasi (Steel dan Ovalle, 1984).

- HRM practices berisi tentang kebijakan internal terhadap job preview, orientation program, compensation systems, job security, performance appraisal, training and development, dan career development.

- Hipotesis yang dikemukakan adalah:

H1 : Employee development HRM practices (performance appraisal, training and development, career advancement) will be negatively related to turnover intentions.

2. The Effect of HRM Practices on Trust in Organization

- Trust merupakan pengaruh psikologi terhadap harapan yang positif untuk intensi atau behavior (Rousseau et al.,1998).

- Struktur dari trust adalah rationality (cognitive trust) atau emotion (affective trust), yang merupakan pengharapan/belief bahwa hal tersebut reliable, integrity dan predictable atau affective trust antara lain adalah emotion contex seperti friendship, caring atau genuine concern untuk kesejahteraan pihak lain.

- Riset menemukan hubungan positif antara trust dan sikap serta behavior seperti komitmen, job satisfaction, organizational citizenship behavior dan kinerja (Dirks et al.,2001).

- Persepsi pegawai dari organisasi akan berpengaruh langsung dan positif terhadap trust.

- Hipotesis keduanya adalah :

H2 : Employee development HRM practices (performance appraisal, training and development, career advancement) will be positively related to trust in organization.

3. The Effect of trust in organization on Turnover Intentions

- Trust didalam organisasi menyebabkan dampak negatif dalam turnover intentions.

- Dengan kata lain, trust yang lebih tinggi didalam organisasi akan mengurangi pegawai meninggalkan/keluar dari organisasi.

- Hipotesis ketiganya adalah:

H3 : Trust in organization will be negatively related to turnover intentions.


4. Trust in Organization as a Mediator of the HRM Practices Turnover Intentions Relationship

- Trust didalam organisasi merupakan laporan empiris sebagai variabel intervening penting yang berdampak dari satu belief ke behavior intentions atau outcomes.

- HRM Practices mengirimkan sinyal kepada pegawai tentang pengembangan mereka dari trust yang diberikan oleh organisasi dan ketika organisasi gagal dalam mendeliver kontrak atau janji, sense pegawai kepada mutual obligation akan menurun (Williams, 2003).

- Riset empiris mengkonfirmasikan bahwa trust merupakan mediasi hubungan antara persepsi pegawai dari organisasi dan outcome-nya seperti kinerja atau turnover.

- Hipothesis keempatnya adalah:

H4 : Trust in organization mediates the relationship between employee development HRM practices (performance appraisal, training and development, career advancement) and turnover intensions.

C. Methodology

1. Subjects:

- Partisipan terdiri dari operational employee dari 22 hotel besar di Selangor, Kuala Lumpur dan Penang, Malaysia.

- Total 628 kuesioner didistribusikan ke responden melalui HRM.

- Metode ‘drop off’ dan ‘pick up’ dilakukan dalam survai ini.

- Waktu 2 minggu dan 380 kuesioner kembali serta dianalisis, rr = 60,5%.

2. Pengukuran:

- Pertanyaan berhubungan dengan sistem appraisal diukur melalui pengukuran 8 item diadaptasi dari Delery dan Doty (1996) dan Tsui et al. (1997).

- PA tersebut yang diimplementasikan oleh hotel meliputi persepsi dalam feedback system, kriteria evaluasi dan metode appraisal oleh hotel.

- Persepsi employee dalam program formal training diukur dan 6 item adaptasi dari Delery dan Doty (1996). Item-item ini menjawab persepsi responden dalam eksistensi dan ketersediaan program training, efektivitas training, kebijakan program training dan kebutuhan training.

- Employee percepcion dalam karier diukur menggunakan 11 item yang diadops dari Delery dan Doty (1996) dan Burke et al. (1998).

- Item-item tersebut meliputi career paths, career aspirations, internal promotions dan kriteria promosi yang disediakan oleh hotel. Pengukuran 7 item diambil dari Mishra (1996) dan Mayer dan Davis (1999) melalui pengukuran ‘trust’ didalam organisasi.

- Pertanyaan-pertanyaan untuk pengukuran pegawai terhadap perasaan dari trust di top management (representing organisasi) didalam memegang janji-janjinya, keterbukaan, kompetensi, fair treatment, konsistensi, kepedulian dan honesty.

- Akhirnya, intensitas turnover diukur menggunakan index comprising dari 5 item yang diambil dari Hom dan Griffeth (1991) dan Wayne et al. (1997).

- Semua pengukuran dirating menggunakan skala Likert dari 1 = strongly disagree sampai 7 = strongly agree.

- Usia, gender, status perkawinan, pendidikan dan organizational tenure mempengaruhi turnover intention dan trust di organisasi seperti penelitian sebelumnya (Bluedorn, 1982; Ghisseli et al., 2001; Tepeci dan Bartlett, 2002), dimana variabel-variabel tersebut dikontrol dalam analisis statistik.

3. Analisis Data

- Komponen prinsip analisis faktor diinitialkan dalam melakukan verifikasi validitas internal dari pengukuran.

- Deskriptif statistik seperti mean, sd, reliabilitas dan interkorelasi diperhitungkan.

- Hipothesis diuji menggunakan hirarki multiple regression (Cohen dan Cohen, 1975).

- Variabel kontrol dimasukkan dalam langkah pertama diikuti variabel-variabel model.

- Untuk menguji mediasi, prosedur disarankan oleh Baron dan Kenny (1986) dan Kenny (2003) yang diikuti.

4. Profil Responden

- Distribusi gender responden lebih tinggi untuk laki-laki (57,1%), mayoritas responden belum menikah (61,1%).

- Etnic Malay 70% dari sample, pendidikan 70% STPM atau lebih rendah. Level pendidikan rendah ini relatif konsisten dengan kualifikasi untuk non supervisory employee.

- Didalam kondisi organizational tenure 31,8% responden mempunyai pengalaman > 5 tahun.

- Responden terdiri dari front office (23,2%), food production (24,7%), Housekeeping (27,1%) dan F and B service (25%).

- Usia sampel (mean = 28,1 tahun dan SD = 7,09 tahun)

- Komponen prinsip analisis faktor diinitialisasikan untuk memverifikasi validitas internal dari pengukuran.


5. Analisis Faktor dari variabel-variabel penelitian

- Komponen prinsip analisis faktor dengan rotasi varimax dihantarkan untuk validasi struktur HRM.

- Faktor interpretasi hanya load factor > 0,50 dalam satu faktor dan <>

- Hasil dari rotasi varimax analisis HRM mengindikasikan eksistensi dari tiga faktor signifikan sebagai konsep asli eigenvalues > 56,19% dari variance.

- Pengukuran KMO (Kaiser – Meyer – Olkin) dari sampel adequacy value untuk item-item tersebut adalah 0,90 mengindikasikan interkorelasi sufficient dimana uji Bartlett’s dari Sphrecity juga menemukan signifikansi (Chi Square = 3789,25 , p <>

- Faktor-faktor ini dinamakan performance appraisal (7 items), career advancement (4 items) dan training and development (4 items).

6. Tabel 1 menunjukkan hubungan interkorelasi antar variabel serta perhitungan means, sd dan koefisien reliabilitas.


- Menurut tabel tersebut koefisien korelasinya menunjukkan signifikansi positif antara HRM dan trust. Sedangkan HRM dan trust bersignifikansi negatif dengan turnover intension.

- Koefisien reliabilitas untuk pengukuran dapat diterima dari rekomendasi minimum 0,60 (Sekaran, 2000).




7. Uji Hipotesis

- Uji H1 = HRM diregresi dengan turnover intentions. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Diperoleh hasil bahwa dalam model 1 variabel demografi membuat konstribusi signifikan dengan variabel turnover intentions (R2 change = 0,23 dan F change = 1,780, p>0,05). Sedangkan pada model-model hanya career advancement yang signifikan negatif hubungannya dengan turnover intention (R2 change = 0,150, F change = 22,378, p<0,01).>

- Uji H2 = HRM diregresi dengan trust di organisasi. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3; dimana 5 variabel kontrol tidak membuat signifikan dengan variabel trust didalam organisasi (model 1) dimana R2 change = 0,005 dan F change = 0,318, p <>2 change = 0,507, F change = 126,552, p < style="">trust di organisasi. Career advancement berdampak positif kuat dengan trust di organisasi (β = 0,456, p < style="">training dan development (β = 0,244, p < style="">performance appraisal (β = 0,135, p <>

- Uji H3 dan H4 = untuk menguji dampak dari trust dalam turnover intention dan efek mediasi trust di organisasi dalam hubungan antara HRM dan turnover intentions (H4), empat langkah prosedur yang disarankan oleh Baron dan Kenny (1986) dan Kenny (2003) dilakukan Tabel 4 menyajikan hasil analisis regresi dengan efek mediasi dari trust di organisasi dalam hubungan antara HRM dan turnover intentions. Pada tabel 4, trust di organisasi (β = -0,477, F change = 35,496, p < style="">turnover intentions (model 3), mendukung hipotesis 3. Dari 3 HRM, hanya career advancement yang ditemukan dalam kondisi sebagai mediasi. Dampak dari career advancement dalam turnover intentions (β = -0,247, p <> 0,05) didalam trust diorganisasi, berimplikasi mediasi penuh. Dengan kata lain, career advancement hanya mempunyai dampak tidak langsung dalam turnover intentions melalui trust di organisasi. Hipothesis 4 sebagian didukung.


D. Diskusi

· Persepsi pegawai hotel tergantung pada HRM antara lain career advancement, training and development dan performance appraisal yang berdampak signifikan dan positif didalam trust diorganisasi.

· Didalam career advancement pegawai lebih mempertimbangkan pada promosi internal, kriteria objective promotional dan penyediaan career advancement di organisasi dan tendensi peningkatan trust di organisasi.

· Pegawai juga mengharapkan pada efektivitas program training formal dan kebijakan yang jelas pada program training sehingga meningkatkan trust di organisasi.

· Trust didalam organisasi ditemukan berhubungan signifikan dan mempengaruhi secara negatif turnover intentions.

· Subsekuensinya, trust di organisasi merupakan faktor kunci dalam mediasi antara trust di organisasi dengan persepsi dalam HRM.

· Trust di organisasi juga mediasi hubungan antara career advancement dan turnover intentions.

· Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trust di organisasi merupakan mediasi penuh hubungan antara career advancement dan turnover intension. Hal tersebut merupakan implikasi bahwa career advancement merupakan pengaruh tidak langsung dan langsung dalam turnover intention. Pengaruh tidak langsung adalah melalui trust di organisasi.

· Penemuan ini menunjukkan bahwa level lebih tinggi dari trust di organisasi hanya mempunyai pengalaman ketika pegawai lebih tinggi levelnya didalam career advancement di organisasi dan didalam perubahannya.

· Trust merupakan variabel mediasi antara persepsi dari organizational justice dan turnover intentions. Dampak dari persepsi pegawai dari performance appraisal dan training and development dalam turnover intention tidak dimediasi oleh trust di organisasi.

· Kesenjangan yang signifikan dalam hubungan mediasi trust di organisasi antara performance appraisal, training and development dan turnover intentions dapat dijelaskan oleh kesenjangan hubungan interpersonal antara operasional pegawai dan top management dan responden-responden dalam organisasi berjangka pendek dimana pegawainya belum berpengalaman dan belum memperoleh training. Dalam hal ini training and development tidak signifikan mempengaruhi turnover intentions.

E. Implikasi

· Implikasi penelitian adalah bahwa HRM di organisasi merupakan sarana dalam mengelola kebutuhan job atau career development bagi pegawai agar bermanfaat melalui training dan evaluasi job performancenya.

· Keterbatasan penelitian adalah dalam hal:

1. Scope HRM sangat terbatas diteliti dalam penelitian ini dan belum meneliti tentang program orientasi, sistem kompensasi, job security, safety dan kesehatan serta sikap pegawai dalam relationshipnya.

2. Trust adalah dasar dalam social exchange (Blau, 1964) sehingga perlu diteliti lebih detail tentang kemungkinan bahwa HRM bisa menjadi incorporating.

· Riset mendatang diperlukan metode analitis untuk mengetahui hubungan reciprocal antar variabel tersebut menggunakan SEM (Structural Equation Model).

F. Kesimpulan

· Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menginvestigasi pengaruh pengembangan manusia di HRM yaitu dalam trust di organisasi dan dalam turnover intentions.

· Juga menguji trust di organisasi sebagai faktor mediasi dalam hubungan antara persepsi HRM dan turnover intentions.

· Hasil penelitian menunjukkan pentingnya trust didalam organisasi, yang merupakan variabel intervening antara variabel prediksi dan turnover intentions.

  • Pegawai yang mempunyai trust lebih tinggi di organisasi akan lebih lama bekerja di organisasi sesuai harapan dan kebutuhan organisasi tersebut.

Selasa, 25 Mei 2010

Relationship of Organizational Culture Toward Knowledge Activities



Relationship of Organizational

Culture Toward Knowledge Activities

by:

Ming Fong Lai dan Gwo-Guang Lee



Direview Oleh:

Ruddy Tri Santoso

NIM: T4209012

Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2010

A. Pendahuluan

v Penelitian ini untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang berdampak pada aktivitas ‘knowledge’, dimana kultur organisasi banyak mengadopsi program management ‘knowledge’.

v Problem utama yang diinvestigasi adalah untuk mengakses pentingnya organisasi kultur didalam usaha dan menemukan bagaimana memastikan aktivitas ‘knowledge’ akan kontinyu dalam mencapai tujuan yang benar dan hati-hati didalam usaha.

B. Literatur Review

1. Organizational Culture

- Knapp, et al.(1998) mengemukakan tentang kinerja organisasi tergantung pengaruh value didalam kultur yang di-sharingkan dan kekuatan pengaruhnya.

- Scholz (1987) meng-klaim bahwa kultur organisasi berhubungan dengan kinerja dan dasar dalam aturan perceived dimana kultur dapat bermain dalam meng-generate competitive advantage.

- Krefting dan Frost (1985) menyarankan sikap didalam kultur organisasi dapat membuat competitive advantage dengan mendefinisikan secara terpisah organisasi didalam kondisi interaksi individual dengan keterbatasan ruang lingkung proses informasi dilevel yang suitable.

- Teori juga mengargumentasikan bahwa competitive advantage terjadi dari kreasi kompetensi organisasi dimana keduanya superior dan imperfect imitasi oleh kompetitor (Reed dan Defillippi, 1990).

2. Knowledge Activities

- Gunnlaugsdottir (2003) mengemukakan bahwa knowledge adalah competitive advantage yang penting untuk banyak organisasi. Meningkatkan kompetisi, kontinyunitas perubahan dan merger di industri, dengan demikian, membuat risiko kehilangan valuable knowledge karena transfer atau termination pegawai, problem nyatanya (Gunlaugsdottir, 2003).

- Tujuan dari knowled activities di orgnisasi adalah memastikan pertumbuhan dan kontinyunitas kinerja dengan proteksi knowledge yang kritikal pada semua level, mengaplikasikan knowledge yang sekarang di segala kondisi, kombinasi knowledge didalam sinergi, acquire relevan knowledge secara kontinyu dan pengembangan knowledge baru melalui pembelajaran kontinyu untuk membangun pengalaman internal dan external knowledge (Bour dreau dan Couillard, 1999).

- Berztiss, et al. (2001) mengemukakan untuk kegiatan knowledge dapat dibagi menjadi 4 bidang yaitu: transferring, diffusing, storaging dan innovating dari domain knowledge.

- Knowledge transferring merefer pada identifikasi dan akuisisi dari knowledge baik melalui eksploitasi, eksplorasi atau pengkodean (Manor dan Schulz, 2001).

- Knowledge difussing merefer kepada flow dari knowledge dari satu bagian organisasi ke bagian lainnya.

- Knowledge Sturaging merefer pada artikulasi dari tacit knowledge kedalam format-format sesuai formula, manual atau dokumentasi bahwa semua adalah komprehensif dan aksesible ke yang lain (Marwick, 2001).

- Knowledge innovating merefer kepada penemuan dari existing knowledge kedalam knowledge yang baru untuk improvement dalam efficiency dan efektivitas.

- Knowledge activity dapat dilihat sebagai aktuators simulasi pengembangan untuk achievement visi dan idealnya melalui identifikasi knowledge.

3. Organizational Culture and Knowledge Activities

- Davenport dan Prusak (1998) menyatakan interaksi usaha dengan lingkungannya yang mengabsorb informasi, memutar knowledge dan mengambil langkah didasarkan pada kombinasi pengalaman, value dan internal rules.

- Ndela dan Toit (2001) menyatakan perlu pertimbangan ketika mengintroduce aktivitas baru knowledge, karena dampak dari bagaimana usaha diterima pada sebuah periode waktu.

- Membuat kultur knowledge friendly, satu dari banyak faktor crucial dari kesuksesan untuk knowledge activities yang amat sangat sulit karena membutuhkan kekuatan kepemimpinan dan perubahan dari attitudes dan behaviors (Lin dan Lee, 2004).

C. Metodologi Riset

v Survai empiris terhadap 154 perusahaan di Taiwan untuk mengetahui organisasi kultur, determinasi power of authority dan hambatan yang dihadapi.

v Model penelitian:



v Partisipan 1010 senior manager diseleksi dari 2000 perusahaan besar di Taiwan.

v Respon rate 15,25%, perkiraan 48% partisipan adalah: manufaktur, financial aircles (18%), telekomunikasi (8%) dan lain-lain seperti real estate, konstruksi dan transportasi.

v Kebanyakan perusahaan mempunyai 1000 pegawai (40%), antara 500 dan 1000 (23%), antara 100 dan 500 (22%) dan kurang dari 100 (15%).

v Hipotesis yang diajukan adalah:

1. Enterpreneurial culture toward knowledge activities:

H1 = Enterpreneurial culture will positively affect knowledge activities.

2. Task-Goal-accomplished culture toward knowledge activities:

H2 = Task-goal-accomplished culture will negatively affect knowledge activities.

3. Smooth-running culture toward knowledge activities

H3 = Smooth-running culture will negatively knowledge activities.

v Pengukuran:

§ Menggunakan skala likert dari 1 – 7 (disagree strongly-agree strongly).

§ Deskriptif statistik menggunakan program AMOS 5.0

§ Konstruk didefinisikan sebagai berikut:


§ Model pengukuran diperoleh hasil sebagai berikut:





D. Hasil

v Usaha harus mengadopsi kultur enterpreneur ketika meng-establishkan knowledge activities.

E. Implikasi Praktis

v Respon rate sangat rendah sehingga generalisasi susah dilakukan dan harus dilakukan uji penelitian yang replicate di Taiwan.

v Kepedulian terhadap external vs internal focus organisasi akan membuat organisasi lebih atau kurang dalam mengadopsi kultur organisasi dari effortnya dan lebih atau kurang kondusif dalam mengimplementasikan knowledge activitas-nya.



v Hasil korelasi dengan program AMOS 5.0 adalah sebagai berikut:


F. Kesimpulan

v Running knowledge activities adalah sangat penting dalam kesuksesan.

v Integrated KMS (Clay, et al, 2005) menghubungkan pegawai satu dengan yang lain baik supplier dan CIF (Yu, et al.,2004b) akan mengembangkan forecast market untuk produk baru.

v Sharing knowledge adalah sulit untuk ditingkatkan atau diabaikan dan sebagai hasilnya mempunyai faktor eksternal, fokus proaktif, dan kultur inovasi dalam eksplorasi organisasi knowledge management dan aktivitas ini akan meningkatkan nilai kompetitifnya.

v IT bukan merupakan garansi dalam kualitas knowledge.

v Sinergi dari knowledge diperlukan sebagai sebuah kultur dan budaya organisasi.

v KMP (Knowledge Management Program) harus dilanjutkan untuk dikembangkan.